Waris dalam Bingkai Hukum Indonesia: Hukum Waris dalam KUH Perdata, Hukum Waris Adat, dan Kompilasi Hukum Islam (KHI)

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa hukum yang mengatur mengenai pembagian warisan di Indonesia beragam, di antaranya diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), hukum waris adat dan Kompilasi Hukum Islam (KHI).

A. Hukum waris dalam KUH Perdata

Sistem waris yang diatur dalam KUH Perdata dimulai dari Pasal 830 – Pasal 1130 KUH Perdata. KUH Perdata mengatur jalur mendapat warisan dapat diperoleh melalui: Pewarisan absentatio, yakni pewarisan yang diperoleh berdasar Undang-Undang, contoh: anak, istri/suami, adik/kakak, kakek/nenek dan Pewarisan testamentair, yakni pewarisan yang diperoleh berdasarkan wasiat. KUH Perdata membagi ahli waris ke dalam empat golongan, yakni:
• Golongan I terdiri dari suami atau istri yang ditinggalkan, anak-anak sah, serta keturunannya.
• Golongan II terdiri dari ayah, ibu, saudara, dan keturunan saudara.
• Golongan III terdiri dari kakek, nenek, dan saudara dalam garis lurus ke atas.
• Golongan IV terdiri dari saudara dalam garis ke samping, misalnya paman, bibi, saudara sepupu, hingga derajat keenam.
Pembagian waris menurut sistem Hukum Perdata diutamakan kepada golongan pertama sebagai ahli waris yang berhak menerima harta warisan. Pembagian tersebut juga tidak membedakan porsi antara laki-laki dan perempuan, sehingga dilakukan secara adil dan seimbang.

B. Hukum waris dalam Hukum Waris Adat

Dalam hukum waris adat, klasifikasi kekerabatan memengaruhi pembagian harta warisan. Adapun di Indonesia dikenal dengan 3 klasifikasi kekerabatan, yakni:
1. Patrilineal merupakan sistem kekerabatan yang menarik garis dari pihak Bapak. Hal ini membuat kedudukan pria lebih menonjol dibandingkan wanita dalam hal pembagian warisan.
2. Matrilineal merupakan sistem kekerabatan yang ditarik dari garis pihak Ibu. Hal ini membuat kedudukan wanita lebih menonjol daripada kedudukan dari garis Bapak.
3. Parental atau bilateral merupakan sistem kekerabatan yang menarik garis keturunan dari kedua belah pihak, Bapak dan Ibu. Dalam sistem kekerabatan ini kedudukan anak laki-laki dan anak perempuan dalam hal mewaris adalah sama.
Sebagian besar suku bangsa di Indonesia menganut paham patriarki / patrilineal, sehingga kemudian seiring berjalan waktu para perempuan mengajukan gugatan untuk memperoleh warisan. Hal tersebut dapat dilihat dari adanya yurisprudensi Nomor 3/Yur/Pdt/2018 tentang Waris Adat, dalam hal ini atas dasar persamaan hak antara laki-laki dan perempuan, perempuan mengajukan gugatan untuk mendapat warisan dengan bagian yang sama dengan laki-laki yang kemudian ketetapan tersebut dituangkan dalam sebuah yurisprudensi.

C. Hukum waris dalam KHI

Berbeda dari kedua sistem waris di atas, sistem waris Islam di Indonesia setidaknya diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), dimana dalam KHI aturan mengenai warisan tidak jauh berbeda dengan sistem waris yang dijelaskan dalam Al-Qur’an QS. An-Nisa ayat 11-12. KHI mengatur mengenai hukum kewarisan dalam buku II KHI Pasal 171-Pasal 214. Menurut KHI, warisan dibagi berdasarkan besaran masing-masing ahli waris yang besarannya sudah ditetapkan. Kompilasi Hukum Islam (KHI) mengatur cukup rinci mengenai sistem pembagian waris. Waris Islam juga membedakan bagian antara laki-laki dan perempuan.

Nyatanya, dalam kehidupan sehari-hari masih saja kita temukan permasalahan mengenai sengketa warisan. Oleh karena itu, jika anda memiliki kebingungan terkait permasalahan mengenai sengketa waris dan ingin lebih mengetahui lebih lanjut mengenai permasalahan bidang hukum lainnya dapat menghubungi kami Kantor Hukum Yudhistira & Rekan melalui Telepon/WA di 081216933356 atau mengirim email ke yudhistiradanrekan@gmail.com.

Sumber:
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer)
Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI)
Yurisprudensi Nomor 3/Yur/Pdt/2018 tentang Waris Adat

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *